Saya bersama teman teman Grup WA Alumni SMA, meski sering berbeda pendapat tapi tetap bersahabat(dokpri)
Dahulu banget saat negeri ini sepi pemberitaan dari hal hal yang
mengusik ketenangan, sesama manusia saling menghargai meski memang perbedaan
adalah fitah dari hidupnya manusia di alam dunia ini, toleransi menjadi perekat
dan manisnya hidup berdampingan meski berbeda budaya, suku dan juga agama.
Indonesia yang serba besar dari jumlah penduduknya dan ragamnya adat istiadat
tetap tenang dalam persatuan dan kesatuan.
Namun entah kenapa akhirnya pilihan kekerasn seakan
menjadi sebuah penyelesaian, alih alih melaju dengan kedamaian namun tetapi
ternyata itu tak bisa di pertahankan, kerusuhan antar suku, pertikaian antar
golongan seakan menjadi sajian berita yang kita saksikan dalam beberapa tahun
terakhir. Perbedaan semakin tajam dengan pilihan politik yang berbeda, mulai
dari tingkat desa hingga level presiden, karena beda mengapa harus saling
ngotot ngototan sih? Ada apa dengan semua ini?
Sebagai blogger yang pernah merasakan ketatnya perbedaan
dalam pemilu tahun 2014 lalu, dan hingga saat kini pun masih terasa dan
menjelang kembali tahun politik di 2019, semoga kita lebih dewasa meski pilihan
memang berbeda. Ada beberapa tips yang ingin saya sampaikan agar toleransi
tetap terjaga meski perbedaan dalam keseharian.
Yang pertama, tetaplah selalu menganggap teman yang
berbeda pandangan dan pilihan adalah teman terbaik kita, bagaimana pun kita
sering berinteraksi dengan mereka sebelum adanya pemilihan, ingat kebaikan
kebaikan mereka yang tak berhubungan dengan pilihan kandidat kepala desa,
kepala daerah ataupun presiden. Waktu kebersamaan yang panjang rasanya sayang
harus terhenti dengan perbedaan pilihan. Mulailah dari diri kita untuk berdamai
dengan orang yang berbeda pilihan.
Trik kedua ala saya adalah, senyumin aja dengan orang
orang yang berbeda pandangan, pernah nih saya baca tentang pertemanan antara
Ketua Umum Masyumi, Mohammad Natsir dengan
Ketua Central Commite Partai Komunis Indonesia, Dipo Nusantara(DN)
Aidit, secara garis politik mereka bersebrangan namun ternyata di kala
senggang, mereka teman ngopi di kantin gedung parlemen.
Menghadapi perbedaan, apalagi kita sih bukan siapa siapa,
bukan orang partai, aktifis politik juga nggak, tapi sering kali malah nggak
teguran jika berbeda pandangan. Sudah saatnya kita senyumin aja bila menemukan
teman yang berbeda pandangan, kalau pun yang kita jagokan menang dalam
pemilihan, hidup kita ya nggak berubah, tetap wara wiri aja di media sosial
yang kita punya, hayo ngaku? Hehehe.
Tips yang ketiga adalah yakinlah perbedaan adalah warna
di dunia, pelangi yang indah merupakan sekumpulan warna yang berbeda beda, jika
pelangi cuma satu warna maka keindahan pelangi tidaklah mempesona, dari
perbedaan mungkin akan di temukan titik titik persamaan sehingga tercipta
harmoni. Tahu kan musik klasik? Musik apik karya Beethoven, Mozart atau Vivaldi
akan terasa syahdu dengan iringan alat musik yang beragam, tak ada keseragaman
dalam bunyi namun menghasilkan suara yang legend.
Begitu pula dengan perbedaan yang kita miliki tak
semestinya membawa kehancuran dalam hubungan relasi antar sahabat, perbedaan
itu untuk saling menguatkan. Memang sih untuk itu di perlukan kebesaran jiwa,
belajar dari pertemanan yang di lakukan Natsir dan Aidit, di era milenial
seperti saat ini kemungkinan itu bisa saja terjadi, yup itulah beberapa tips
yang saya pilihkan untuk mentoleransi perbedaan yang ada di sekitar kita, salam
damai agar Indonesia tercinta tak tercabik oleh perbedaan, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar