Pages

Senin, Mei 28, 2018

Hantu Stunting Di Antara Puncak Bonus Demografi





             Melimpahnya usia produktif yang akan terjadi dalam tahun 2030 dan di sebut puncak dari bonus demografi Indonesia, di saat kelompok usia produktif akan menjadi bagian penting bagi pertumbuhan ekonomi. “Tahun Emas” dari bonus demografi adalah bersiapnya manusia manusia yang mampu mengoptimalkan kemampuan secara skill dan kompetensi agar bisa bersaing di era milenial.
Namun yang patut kita khawatirkan di saat ini adalah, mampukah bonus demografi yang di miliki bangsa Indonesia, di iringi persiapan yang mumpuni, adakah nanti di era 2030-2035 sumber daya manusia yang melimpah itu mampu memiliki daya cipta dan juga kreasi serta membuat inovasi inovasi dan berpikir secara kritis? Mampukah kita berada di tahun bonus demografi bisa memanfaatkan celah kesempatan dalam persaingan global. Di lain pihak kita pun cukup risau dengan angka yang di sodorkan Badan Kesehatan Dunia yang menyebutkan bahwa angka stunting di Indonesia menduduki urutan kelima jumlah anak dengan kondisi stunting.
                               Balita Indonesia terancam derita stunting(poto dari sumber katadata.co.id)


Sebagian besar dari kita belum paham sepenuhnya apa itu stunting, padahal stunting merupakan pekerjaan rumah yang mesti kita bereskan bersama. Stunting merupakan adalah kondisi gagal tumbuh pada balita karena masalah gizi kronis, stunting benar benar hantu yang nyata bagi bangsa Indonesia. Angka stunting di negara kita mencapai 37% atau meliputi 9 juta anak di seluruh wilayah Indonesia, di wilayah Pulau Jawa terdapat 4.353.000 anak, wilayah Sumatera di kisaran angka 2.296.000, untuk wilayah wilayah lain seperti pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua dan Maluku angka stunting bervariasi mulai di angka seratus ribuan hingga tuju ratus ribuan anak yang mengalami stunting.

Stunting Di Antara Pemahaman Gizi Dan Mitos Yang Terjadi

                      Jangan salah kaprah soal mitos yang berkembang dan merugikan bayi(dokpri)

Angka stunting yang di tetapkan WHO adalah di bawah 20 persen, ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Sosial, agar angka stunting di Indonesia bisa di turunkan, selain itu masyarakat pun semestinya harus peduli dengan permasalahan gizi kronis di negara kita. Apalagi banyak juga mitos mitos yang menyertai ibu hamil sehingga membawa dampak negatif bagi tumbuh kembang janin di masa kandungan.

Ada beberapa mitos yang berkembang di masyarakat seperti pemberian asupan makanan berupa buah pisang kepada bayi dengan tujuan nantinya bayi akan lebih kuat dan memiliki daya tahan lebih, padahal untuk usia bayi di bawah sembilan bulan, pemberian buah pisang tidak di anjurkan karena tubuh si bayi belum bisa mencerna zat zat yang terkandung dalam buah pisang, alih alih mendapatkan gizi yang baik dengan harapan si bayi tumbuh kembang dengan baik dan pintar malah mengalami permasalahan dalam sistem pencernaan.

Mitos yang juga sering kita dengar adalah ibu hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi ikan, di khawatirkan nantinya si jabang bayi berbau amis, tentu saja mitos seperti ini seharusnya di enyahkan, dengan komposisi protein ikan yang mengandung omega 3 sangat membantu bagi ibu hamil mendapatkan asupan gizi bagi calon bayi di dalam kandungan. Dengan menu yang berimbang dan salah satunya mengkonsumsi ikan, ini sangat baik agar janin tak mengalami gizi buruk dan kekerdilan pada anak di usia pertumbuhan.

Indonesia yang di kenal sebagai negara bahari sangat di untungkan dengan hasil laut yang melimpah, semoga mitos seputar wanita hamil yang mengkonsumsi ikan dan mengakibatkan bayinya akan berbau amis akan sirna, karena ikan memang layak di konsumsi bagi perempuan yang sedang hamil.

Mengoptimalkan Peran Paraji Untuk Mengkampanyekan Bahaya Stunting


Dahulu di desa Rajawetan di mana penulis berada, ada seorang paraji atau dukun beranak yang begitu di segani, namanya Emak Weng, soal pengalaman beliau sangat mumpuni, hampir seluruh bayi yang lahir di desa Rajawetan di tangani oleh Emak Weng, meski berprofesi sebagai dukun beranak atau paraji namun Emak Weng sangat kooperatif dengan pihak Puskesmas di kecamatan.

Sering kali Emak Weng meski telah berumur berjalan sekitar dua kilo meter menuju ke puskesmas dan belajar kepada petugas paramedis dalam penanganan kelahiran. Dan ini mungkin bisa di terapkan saat ini, dengan menggandeng orang orang seperti Emak Wang dan mengkampanyekan bahaya stunting kepada masyarakat setempat merupakan hal yang perlu di lakukan, biasanya orang orang di desa lebih mendengar dari orang orang yang di tuakan.

Bagaimana pun dukun beranak yang secara tradisional telah lama ada dan keahliannya di turunkan secara turun temurun merupakan bagian tak terpisahkan dengan adat dan budaya nusantara, pendekatan secara persuasif dengan para dukun beranak akan memberikan harapan bahwa bahaya stunting yang mengintai anak anak Indonesia, sedikit demi sedikit bisa teratasi.

Menjadikan Posyandu Sebagai  Ujung Tombak Menangkal Hantu Stunting

Ada beberapa hal mengapa stunting terjadi di tanah air, faktor itu berupa masih kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan makanan bergizi, untuk memenuhi kecukupan gizi dalam makanan di Indonesia relatif mahal. Hal lain juga dengan keterbatasan layanan kesehatan ibu selama masa kehamilan, dan stunting terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi, sebelum dan masa kehamilan serta ibu melahirkan. Dan yang tak bisa di abaikan adalah faktor gizi buruk ibu hamil maupun anak balita.

Pengoptimalan Posyandu menjadi penting untuk mencabut akar permasalahan stunting, pemberdayaan masyarakat dan dengan adanya pemanfaatan dana desa untuk kegiatan Posyandu semisal  penyediaan makanan sehat untuk meningkatkan gizi balita dan anak, perawatan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui, pengadaan kebutuhan medis berupa makanan, obat obatan serta vitamin. Jika terintegrasi antara pihak desa dan juga Posyandu maka pemetaan kasus stunting akan bisa di lakukan.

Posyandu menjadi garda depan untuk menangkal bahaya hantu stunting, dengan segala ikhtiar yang ada semoga stunting yang mendera generasi harapan bangsa bisa di minimalisir sehingga di tahun tahun mendatang, stunting angkanya dapat di turunkan.

Mengawal 1000 Hari Pertama Kehidupan

“Jangan Sampai ada lagi yang namanya gizi buruk, Tidak ada anak yang sepantasnya kekurangan gizi di negara berpendapatan menengah seperti sekarang ini.” Joko Widodo-Presiden RI.
Yup kita pun bersepakat dengan presiden ke 7 Republik Indonesia ini, satu hal yang patut kita catat, tak layak rasanya negara sebesar Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan juga tanah airnya begitu subur, harus memiliki catatan kelam tentang gizi buruk. Satu hal yang penting agar tak terus terjadi, kita semestinya jangan abai dengan 1000 hari pertama kehidupan. Sering di sebut bahwa 1000 hari pertama kehidupan adalah masa masa emas yang sesungguhnya menentukan di kehidupan berikutnya.

Satu periode percepatan tumbuh kembang yang di awali dengan terbentuknya si jabang bayi alias janin hingga anak berusia 2 tahun. Semenjak dalam kehamilan di mana organ organ penting seperti mata, jantung, saluran pencernaan dan juga paru paru mulai terbentuk, masa 270 hari atau 9 bulan dalam kandungan adalah fase penting dan jangan sampai abai untuk memberikan nutrisi yang di perlukan. Di lanjut dengan masa menyusui di mana ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, asupan makanan bergizi untuk ibu menyusi sangat penting di lakukan. Sebaiknya ASI di berikan secara eklusif selama 6 bulan pertama.

Setelah usia 6 bulan maka berikan juga makanan pendamping bagi bayi, penting bagi bayi di perkenalkan makanan padat dan juga tekstur serta rasa baru sehingga bayi pun mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. Pengawalan secara benar di 1000 tahun pertama kehidupan akan berdampak signifikan bagi perkembangan anak, kita tentu tak ingin generasi emas anak bangsa terpuruk karena stunting.

Beruntung Negara Ada Di Saat Stunting Mencapai Angka 37%

Angka 37% untuk kasus stunting di tanah air termasuk tinggi, dengan sebaran stunting yang di derita anak Indonesia yang mencapai 9 juta jiwa merupakan tamparan keras yang seharusnya seluruh elemen masyarakat di Indonesia bekerja keras agar sedikit demi sedikit masalah stunting dapat di atasi. Dampak dari stunting begitu nyata karena ekonomi dan produktivitas pasar kerja, stunting mampu menghilangkan 11 % GDP, mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%, mengurangi 10 % total pendapatan seumur hidup dan juga adanya kemiskinan antar generasi.

Melihat bahaya terdampak stunting, ada ikhtiar dari negara untuk mengurangi angka stunting, di tahun 2015 ada kenaikan alokasi anggaran kesehatan perpenduduk sebesar 21% namun tidak di imbangi penurunan prevalensi stunting. Alokasi anggaran kesehatan di tahun 2016 sebesar 22% dan itu memberi cukup bukti bahwa ada upaya pemerintah untuk bersungguh sungguh menghadapi bahaya stunting. Memang di perlukan hadirnya negara untuk masalah yang cukup serius bernama stunting.

Semoga upaya keras pemerintahan, terlepas siapa pun yang memerintah ada kesungguhan agar masa depan bangsa ini bisa terselamatkan. Hantu stunting akan terus menguntit perjalanan bangsa ini, kalau kita tidak mengantisipasinya secara cerdas, di pastikan beberapa tahun mendatang, bukan saja bonus demografi yang di dapat namun akan hadir generasi yang hilang dengan buruk gizi, sungguh ini hal yang menakutkan bagi bangsa ini.

Kita mesti mengawal terus sinergi pelaksanaan waspada stunting mulai dari kegiatan, anggaran dan waktu dan di monitoring secara periodik. Meski mungkin stunting tidak bisa di enyahkan dari bumi pertiwi namun dengan menguranginya secara bersungguh sungguh, berarti negara memang hadir untuk semua lapisan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar