Setiap
memasuki bulan Agustus pastinya di setiap dada manusia Indonesia ada kecamuk
yang sulit untuk di terjemahkan dengan kata kata, satu keharuan bahwa kita
telah merdeka dan itu di dapat dari perjuangan orang orang yang kita tak kenal,
boro boro ingat wajah, ketemu saja belum, mereka yang telah sukarela
mengorbankan darah dan air mata agar bangsa yang kelak bernama Indonesia.
Jika di tanya Sudah
Berbuat Apa untuk Indonesia? Bahu pun seakan terguncang dan kepala pun
menggeleng, rasanya belum berbuat apa apa untuk bangsa ini. Berbuat sesuatu
yang membuat keluarga bangga pun jarang jarang apalagi membuat bangga negara
yang mencakup luas dari Sabang hingga Merauke rasanya ampe guling guling pun
tak akan mampu, mungkin kalau mencintai Indonesia secara sederhana ala manusia
biasa, semoga cinta itu terbalas oleh bangsa ini meski entah sampai kapan.
Menjadi
Panitia Acara HUT RI Di Komplek Perumahan, Tanda Cintakah Untuk Bangsa?
Di awal awal saat menetap di perumahan Sukaraya Indah,
ketika penduduk nya pun belum terlalu banyak. Namun bulan Agustus pun telah
mempersatukan warganya, di buatlah seksi seksi yang mengurusi berbagai
perlombaan. Entah mengapa akhirnya dari tahun ke tahun selalu kebagian
menggawangi perlombaan untuk segmen anak anak. Maka tak tetolaklah mengurusi
detail lomba anak anak mulai dari lomba balap karung, makan kerupuk, balap
kelereng hingga lomba baca puisi.
Bocah bocah yang dahulu pernah menjadi peserta lomba
ketika Agustusan, kini malah sering juga membantu ketika ada perlombaan, mereka
bukan peserta lagi karena saat ini telah tumbuh menjadi remaja yang bahkan
tingginya pun sekarang melampaui saya. Bertahun tahun menjadi panitia lomba
untuk peringatan HUT RI memberikan kesan yang mendalam, entahlah apakah ini
merupakan bagaian yang di namakan sudah berbuat sesuatu untuk Indonesia?
Mendengarkan
Indonesia Raya Yang Begitu Syahdu Mengguncang
Tahun ini pun peringatan HUT RI ke 72 seakan bergema di
antero nusantara, warga baik dari kampung yang terpencil hingga pusat kota
megah di kota Jakarta yang merupakan ibu kota negara seakan satu suara dan
bersepakat untuk merayakan HUT RI ke 72 yang jatuh pada hari Kamis. Meski hari
libur nasional dan tidak bekerja, bukan saatnya berdiam diri dan tidak mandi
seharian, hari kamis ini menyingkirkan rasa malas, pagi pagi mandi dan
berpakaian rapi untuk segera melakukan kegiatan liputan suasana detik detik
pembacaan naskah Proklamasi di lingkungan Rukun Tetangga 05/07 Perumahan
Sukaraya Indah.
Sempet di telepon pak RT agar segera ke lapangan karena
acara di mulai, dengan bersepada akhirnya menuju tempat berlangsungnya upacara.
Lapangan telah banyak di hadiri oleh warga RT 05 termasuk juga anak anak yang
berpakaian warna warni, setiap kamera ponsel di arahkan ke mereka, dengan cerah
ceria mereka mengangkat dua tangan, entahlah apakah itu sebuah pesan damai bagi
seluruh negeri.
Tiba saatnya pengibaran bendera sang saka merah putih,
dengan tiang bambu bercat merah, pembawa bendera bersegera menuju tiang, ibu
ibu yang bertugas menyanyikan Indonesia Raya pun telah bersiap. Sumpah inilah
moment terindah selama mengikuti yang namanya upacara bendera, ratusan kali
mendengarkan lagu kebangsaan, keharuannya selalu sama namun ini sungguh sangat
berbeda. Serasa dada terguncang, seakan jiwa raga bersatu dalam pekatnya rasa
nasionalisme yang membuncah.
Moment upacara di dekat Posyandu RT 05/07 Perumahan
Sukaraya Indah hari ini merupakan perayaan HUT RI tersyahdu yang pernah penulis
rasakan, ingin rasanya menangis dan menyesali betapa selama ini saya kemana
saja? Kapan waktu untuk membaktikan diri untuk bangsa ini seperti pendahulu
bangsa yang pemberani? Kemana saya saat harus mengisi kemerdekaan. Serasa dada
penuh sesak dengan perasaan yang entah dan tak bisa di lukiskan dengan kata
kata.
Lelehan Air
Mata Diantara Smartphone
Frans Sumarto Mendur orang di balik tersajinya sebuah
gambar monumental bagi bangsa ini, beliau adalah fotografer yang membidik
kamarenya mengabadikan saat Soekarno membacakan teks proklamasi, ada juga
pengibar bendera yang menjadi objek poto dari Pak Mendur, entah perasaan apa
saat itu ketika kamera di arahkan ke tempat yang ingin di bidik oleh kameranya.
72 tahun kemudian, meski bukan di sebuah tempat yang
ideal untuk melakukan upacara, tugas mengabadikan moment istimewa di lingkungan
RT 05 menjadi tugas saya, berbekal sebuah kamera smartphone, rasanya tak ingin
membuang setiap moment upacara, maka tersaji jua poto poto hasil jepretan dari
telepon pintar, ada juga beberapa rekaman dari peristiwa upacara pagi tadi.
Saat merah putih mengangkasa di iringi lagu Indonesia raya, tanpa di minta
bulir bulir air mata menetes, tak ingin terlihat menangis di hadapan banyak
orang, smartphone semakin di dekatkan ke wajah agar tak terlihat mata ini jatuh
air mata.
Upacara di lingkungan RT 05/07 Perumahan Sukaraya Indah
telah sukses membuat smartphone kecipratan air mata. Teringat kembali petuah
pembina upacara, Bapak Hamengku Suhada S.pd yang memberikan pernyataan yang
menggugah “ Siapa pun pemerintahannya, kita tetap berhak menikmati perayaan HUT
RI dengan segala ke hidmatannya, karena perayaan HUT RI milik semua warga
negara Indonesia, siapa pun presidennya.”
Tugas sebagai peliput upacara pun berakhir saat pembina
meminta peserta membubarkan diri, warga yang hadir di upacara saling
berangkulan, ada sisa air mata ternyata, keharuan bukan milik saya semata,
warga perumahan yang masih mempunyai cicilan ke bank untuk beberapa tahun ke
depan ternyata sama dengan saya, luruh dalam air mata keharuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar