Pages

Senin, Februari 12, 2018

Buruh Bersatu Tak Bisa Di Kalahkan

                               Kawan kawan buruh saat diskusi tentang pergerakan buruh(dokpri)


             Jalan hidup sebagai pekerja atau juga orang kerap menyebutnya sebagai buruh ternyata membawa saya untuk mengenal lebih jauh apa itu artinya berserikat, bergabung dengan wadah Serikat Pekerja yang memperjuangkan hak hak buruh, lebih paham bahwa berserikat itu adalah sebuah pilihan cerdas memahami Undang Undang Ketenagakerjaan yang di akui di negara Indonesia.
Sambil bekerja selama 8 jam perhari, di waktu sela sela tersebut, adalah hobi menulis yang akhirnya memberikan wawasan baru, teman baru dan juga pengalaman baru, ngeblog menjadi sesuatu yang mengasyikan. Meski sehari hari jadi buruh dengan beban pekerjaan rerata mengandalkan phisik, tapi otak tetap di pakai untuk berpikir, menganalisa, amati dan tuangkan dalam tulisan. Cukup seimbang lah bahwa otot dan otak sama sama bekerja hihi.
Mempunyai blog, akun instagram, ada juga facebook dan twitter, semua media sosial sangat penting untuk menopang di dunia perbloggan. Dan ternyata blog pun bisa di gunakan sebagai campaign posting dan tentu saja ada keuntungan di sana yang bisa di ukur dengan sejumlah rupiah, tawaran bisa kita terima atau pun kita tolak, tak semua campaign posting bisa kita iya in, ada sisi idealis yang harus kita pertahankan meski resikonya pun yakni tak bisa meraih nominal meski sebenarnya di saat yang sama kita membutuhkan uang.
                              Buruh dalam aksi damai menuntut hak yang dihilangkan(dokpri)

Saya akan menolak campaign posting yang tak sesuai dengan isue pergerakan buruh, meski dari sisi nominal menggiurkan, pernah saat dalam Pilkada Kabupaten Bekasi, beberapa teman ketika bertemu muka, mengajak ikut ngebuzzer salah satu kandidat yang akan bertarung dalam pilkada, nominal yang di sebutkan teman, lumayanlah buat biaya hidup seminggu di daerah Bekasi. Tapi dengan cara halus saya menolak untuk ikut ngebantu performance si kandidat di media sosial.

Nggak etis lah secara terang terangan melakukan keberpihakan melalui media sosial yang kita punya, sedangkan di sisi lain, meski nggak mendapat apa apa, nggak ada duitnya, secara sukarela, kawan aktifis buruh yang nyalon dari jalur independen pun bertarung di pilkada yang sama. Ndilalahnya kita pun memilih menjadi tim relawan independen tanpa bayaran sepeser pun , tanpa iming iming materi. Mungkin inilah di sebut sebuah sikap idealis. Dan semua orang pasti memiliki sisi idealisnya masing masing.

Ada satu ketika memang uang bukan satu satu nya hal yang harus kita dapatkan meski kesempatan itu ada, tetapi meski begitu bila penolakan terjadi di upayakan dengan cara cara lebih elegant agar tidak terjadi kesalah pahaman. Bagaimana pun kita tetap harus merawat hubungan baik karena mungkin di satu hari nanti pun bisa jadi akan ada sebuah kerja sama.

Untuk tema tema yang nggak nyambung dengan spirit pergerakan buruh, sepertinya prioritas untuk menolak campaign posting walau sangat mungkin akan kehilangan pendapatan di situ, yup itu adalah konsekwensi yang harus kita terima. Dengan idealisme yang kita punyai, meski memang pendapatan bisa berkurang atau tidak sama sekali, tapi rasanya hati lebih plong dari pada kita memaksakan diri menerima campaign posting yang sebenarnya tidak berkenan dengan idealisme yang kita junjung. Maju terus pergerakan buruh karena buruh bersatu tak bisa untuk di kalahkan. Bersatu berjuang sejahtera

2 komentar:

  1. Yup setuju, menulis hal-hal yang mengarah ke pemikiran dan pendapat tertentu, apalagi menggiring opini bagi sebagian orang, rasanya engak etis ya. Saya juga kalau diminta seperti itu, rasanya bakal menolak langsung.

    BalasHapus
  2. Bunda sangat sependapat dengan Topik Irawan tentang yang satu ini: tidaak memaksakan diri menerima campaign posting yang sebenarnya tidak berkenan dengan idealisme kita, hehe...sebagian kalimatnya Bunda comot, gakpapa, ya? Lha wong untuk melengkapi komentar Bunda. Salut, bisa berbagi dengan adil antara kerja fisik dan kerja otak, hehehehe...

    BalasHapus