Selalu suka
dngan namanya puisi, lirik lirik puisi yang begitu indah seakan menerbangkan
angan angan, apa yang menjadi makna di rangkaian kata kata setiap bait pusi
adalah magic, bahasa keajaiban. Semakin jatuh hati dengan puisi taktala Bapak
membelikan majalah anak anak mulai dari Bobo, Tomtom dan juga Ananda yang di
pastinya mempunyai rubrik puisi. Bahkan setiap puisi yang di muat pastinya
mendapatkan hadiah.
Meski nggak berani mengirimkan puisi ke majalah majalah
itu namun keasyikan membaca puisi makin meyakinkan saya bahwa satu ketika akan
bisa menciptakan sebuah puisi. Di setiap pelajaran bahasa Indonesia, paling
seru jika di suruh membuat puisi, ibarat pucuk di cinta ulam tiba, puisi
semakin menjadi sumber inspirasi.
Di bangku SMP pernah punya dua koleksi buku puisi, segala
hal tentang perasaan, persahabatan atau hebatnya para olahragawan terangkum
dalam kumpulan puisi yang pastinya sederhana bingit. Dengan modal buku tulis
yang mempunyai garis garis, maka puisi pun di ciptakan, sayang banget kumpulan
puisi ala saya di zaman old sudah menghilang, masih ingat saat itu puisinya di
lengkapi gambar dari potongan koran atau ilustrasi ala kadarnya hehe.
Jika ada lomba baca puisi akan saya ikuti meski nggak
pernah menang(boleh ketawa keras keras ya) jujur saja saya selalu suka dengan
atmosfir kompetisi, selain berharap dapat hadiah meski nggak dapet dapet hehe,
suasana perlombaan seakan memberikan semangat agar saya bisa tampil lebih baik.
Pernah juga mengikuti lomba baca puisi antar pelajar SMA yang di selenggarakan
oleh salah satu stasiun radio di kabupaten Kuningan, bisa di tebak deh, Cuma jadi
peserta doang, namun pengalaman bertanding di ajang baca puisi memberikan
kontribusi positif di kemudian hari yang saat ini saya syukuri.
Masih suka nulis puisi meski telah bekerja, iseng iseng
aja nempelin di papan informasi tempat saya bekerja. Di Masjid pun ada mading
yang saat itu saya pengurus remaja masjid dan setiap edisi penerbitan mading
tak lupa di sisipkan beberapa puisi, dengan puisi rasanya hidup lebih berwarna.
Dan ketika saya memutuskan bergabung dengan Serikat Pekerja, puisi pun menjadi
bahan bakar untuk memompa semangat di setiap aksi yang di ikuti.
Bila orator lain berpidato, maka saya membacakan puisi,
di aksi penolakan kenaikan BBM, saat mendorong di sahkannya UU tentang BPJS,
ketika tokoh tokoh lain berorasi dengan gaya keren bingit, setelah itu saya pun
ada namun dengan cara berpuisi. Audiensi “di paksa” mendengarkan puisi, sesuatu
yang tak lazim dari demo buruh.
Sampai saat ini masih tersimpan buku kumpulan puisi,
pengennya sih nerbitin kumpulan puisi puisi tersebut dan di cetak sebagai buku
dengan kode ISBN, namun perlu biaya yang tidak sedikit untuk bisa mewujudkan
mimpi tersebut, semoga saja ada rezeki lebih sehingga asa memiliki buku
bukanlah angan angan.
Puisi memang telah mempesona kehidupan ini, ada banyak
puisi di muka bumi ini, puisi tentang cerita indahnya alam, tentang perlawanan,
tentang bobroknya sebuah rezim yang tiran. Tampaknya puisi memang tak akan
lekang di makan zaman dan puisi akan selalu ada untuk menggedor kezaliman dengan
cara cara yang memukau dengan larik larik puisi, hmm puisi akan terus mewarnai
kehidupan, dan saya telah benar benar jatuh cinta dengan puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar