Pages

Jumat, November 22, 2019

Dibalik Peserta Aksi Di Jalanan Ada Pedagang Yang Kerap Mengikuti


                   Peserta aksi sudah memadati jalanan, siap siap dengerin orasi(dokpri)


Di negeri yang mempunyai kultur demokrasi yang kuat, kebebasan berbicara di jamin oelh Undang Undang, begitu pun di negeri kita bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Hal ini atur dalam  UUD 1945 pasal 28E ayat(3). Jadi jika ada orang orang yang berdemonstrasi, itulah sebuah konsekwensi dari negeri yang memahami kebebasan berpendapat, asal tidak anarkhi dan merusak fasilitas umum, demo ataupun aksi adalah sebuah keniscayaan.

Bukan ngebahas lebih detail tentang demonstrasi dan juga peraturan yang kudu dipahami oleh para demonstran, peserta aksi bisa jadi adalah mahasiswa yang suarakan kegelisahan, kaum buruh, bahkan ibu ibu rumahan pastinya pernah mencicipi menjadi parlemen jalanan dan menyerukan perubahan. Aksinya oke, tapi apa kuat mereka berdiri seharian dan cuaca tak menentu kadang hujan dan kemudian panas menyengat, rasa lapar dan haus pun sepertinya sudah pasti terasa. Beberapa kali penulis mengikuti aksi, dan yang seru ternyata ada juga yang ikut ikutan aksi di jalan, demo juga? Bukan, mereka adalah pedagang kaki lima atau juga para pedagang asongan lho yang siap jajakan barang dagangan.
                              Pedagang ketoprak dan minuman siap menanggung rezeki(dokpri)

Ada tukang ketoprak, tukang sate, mie ayam, bakso, pecel nasi dan juga lontong, tukang buah kupas dan tak terhitung yang menjajakan minuman seperti kopi atau juga air mineral. Betul banget bahwa demonstran juga manusia, dibalik pekik kencang mereka di jalanan, jika lapar pasti juga bakalan makan, hal itu tampaknya di mengerti betul oleh para pedagang, biasanya para pedagang tersebut membawa gerobak dan dilengkapi bangku agar pembeli nyaman saat memesan makanan.

Jika iring iringan para peserta aksi melakukan long march misalnya dari Monas menuju istana negara maka para pedagang pun rame rame mengikuti arah rute para peserta aksi. Nah kesibukan pedagang ini saat jam makan siang, secara biologis jam jam tersebut adalah jam yang krusial, antara jam 12 siang hingga jam satu, di tengah terik mentari dan juga keringat yang menetes, rasa lapar dan haus berkolaborasi, saatnya rehat untuk memulihkan stamina, moment ishoma nih namanya, ada yang menunaikan sholat, ada yang duduk nyantai ada juga yang menyerbu tukang yang ngejual makanan berat seperti yang di sebutkan tadi.

                              Gerobak pecel pun mencari peruntungan di jalan(dokpri)


Inilah serunya mengikuti demo, biar panas panasan, meski hujan hujanan namun jika panggilan alam menyapa maka tak akan jauh kemana, tukang jualan pun di serbu, maka tak lama kemudian si pedagang pun sibuk melayani pembeli, yang tukang ketoprak sibuk ngulek bumbu kacang, yang tukang sate nggak berenti memainkan kipasnya, seru dan terlihat begitu cekatan untuk menyuguhkan hidangan untuk para peserta aksi. Itulah sisi unik yang kerap di lihat oleh penulis ketika harus hadir di jalan.

Begitu banyak kenangan di jalan, jadi ingat tentang sebuah lagu Bongkar yang di dendangkan musisi legendari Indonesia, yang karya karyanya kerap menyuarakan ketidak adilan di negeri ini, Bang Iwan Fals sangat lugas meneriakan “Bongkar” seakan mewakili perasaan para peserta aksi. Dan kerap juga lagu Bongkar menjadi pemompa sengat para demonstran. Yup memang mengais rezeki bisa di mana saja, bahkan dalam situasi yang tak lazim seperti demo, para pedagang pun tetap menanggung keuntungan dari jualan yang mereka jajakan. Rezeki itu memang perlu di ikhtiarkan dan ini nampaknya di pahami oleh para pedagang yang mengikuti pergerakan para peserta aksi, duit ngumpul dan dagangan pun laris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar