Pages

Sabtu, Agustus 15, 2015

Saat Mereka Bersungguh Mengucapkan Terima Kasih, Hati Serasa Gerimis

Lebaran adalah moment yang sangat spesial, dalam satu tahun dipastikan ada bulan tersibuk bagi seluruh penduduk Indonesia dan bahkan mungkin dunia, lebaran adalah magnet untuk menarik bagi sebagian besar warga perantauan, segalanya dipersiapkan dengan sangat matang, dan moment lebaran adalah hal yang paling di tunggu, menuju kampung halaman, melewati rintangan jalan meski tak mudah namun tetap saja kerinduan kampung seolah memamnggil untuk kembali.

Begitu pun dengan saya, meski kampung saya tidak terlalu jauh, ya karena kampung tercinta letaknya tidak begitu jauh dengan tempat saya sekarang menetap, kampung itu bernama Rajawetan, sebuah kampung cantik di kaki gunung Ciremai, dan saya pun mencintai kampung karena di sanalah orang tua yang saya hormati tinggal bersama kakak tertua.

Setiap datang waktu mudik, kami telah bersiap untuk merecehkan uang, ada kesepakatan yang tidak tertulis bahwa setiap mudik lebaran, kami harus mengumpulkan uang, dari kumpulan uang tersebut, dimulailah pendataan bagi janda janda tua, saatnya berbagi rezeki. Setelah hampir sebelas bulan bertarung dengan kehidupan, menggeliat dan bekerja sebagai buruh dan mendapatkan upah maupun THR, saatnya rehat di kampung sembari berbagi rezeki.

Berbagi dengan para janda janda tua memang menjadi semacam rutinitas, setiap tahun menjelang hari lebaran, biasanya saya sudah tiba beberapa hari, dan jelang lebaran, kami keluarga besar Dadang Sudirman berkumpul dan bersiap untuk membagikan amplop, meski tak banyak, paling tidak berbagi itu perlu, maka tugas pun akan diatur, Kakak perempuan saya yang nomor tiga sibuk mendata orang orang yang akan dibagi, keponakan saya juga siap membantu untuk mendistribusikan amplop yang akan dibagi.

Saya pun bersiap untuk mengantarkan amplop amplop tersebut, sekalian bersilahturahmi, maka inilah kesibukan yang menyenangkan sebenarnya, setelah data valid maka penyebaran amplop di mulai, karena kampung kami relatif kecil, maka jalan kaki adalah hal yang biasa untuk menuju rumah rumah yang penghuninya akan kami bagi.

Bagi saya moment membagikan amplop adalah moment terindah, bukan untuk sok sokan mendadak dermawan,bukan, kami pun menyadari apa yang kami berikan tidaklah terlalu besar, namun inilah seni memberi yang terasa begitu syahdu, saya selalu menikmati berjalan diantara gang gang kampung, menyapa warga yang telah begitu lama tak terlihat karena jarang bertemu, lalu kemudian mengetuk pintu rumah yang di tuju, karena kebanyakan mereka adalah janda janda sepuh, usia mereka diatas lima puluh tahun.

Moment dramatis yang tak pernah terlupa adalah saat sering kali mereka begitu haru mendapatkan amplop, ada ketulusan yang begitu terasa, tangan tangan renta mereka bergetar, dan bibirnya pun tak henti hentinya mengucapkan terima kasih, kebanyakan dari mereka tahu siapa kecil nya saya, mereka pun dengan hangat mengusap pundak, seolah saya anak mereka, seolah saya bagian dari keluarga mereka yang baru saja pulang, inilah yang membuat saya merasa haru, hati serasa gerimis.

Bahkan dari mereka mengacungkan amplop dan seraya melekatkan amplop dikening dan disertai gumaman terima kasih yang seolah tanpa putus, betapa mereka begitu menghargai sebuah pemberian, meski secara nominal tidaklah besar namun mereka begitu tulus mengucapkan selaksa terima kasih, dan rata rata begitulah mereka berekpresi saat saya menyerahkan amplop.

Meski lelah karena harus keliling kampung, namun hati senang, perasaan jauh menjadi tenang, mereka sangat tahu untuk berucap terima kasih, dari mata mereka terpantul rasa kebahagian dan juga ucapan terima kasih, setiap melihat mereka yang terus menua, seolah ada energi bagi saya, energi itu membisikan agar saya harus lebih bekerja keras untuk menyongsong rezeki, bekerja lebih giat lagi agar pundi pundi uang semakin bertambah dan mendistribusikannya kembali di jalan yang diridhai ALLAH.

Sebenarnya kalau dicerna dari pengalaman sederhana saya diatas, bila terbetik kabar ada peristiwa tragis pembagian 'zakat; seperti disiarkan media televisi, ada orang atuh pingsan, tergencet dan bahkan meninggal dunia gegara berdesakan di rumah si kaya hanya utuk bertarung memperebutkan amplop yang akan dibagikan, lebih baik berpikir ulang deh, yang masuk akal adalah biarlah yang punya keluasan rezeki itu mendatangi warga warga yang kurang mampu, ketuk pintu mereka dan berikan dengan sebaik baiknya.
                 Mungkin ini akan memakan waktu namun jauh lebih efektif dibanding orang orang harus berduyun duyun ke rumah si kaya, alih alih memberi malah terjadi kekacauan seperti yang sudah sudah, namun memang semua itu bepulang kepada niat masing masing, biarlah ALLAH yang akan menilainya.

Saya merasa memang lebaran itu sangat spesial, di samping banyaknya makanan yang melimpah, lebaran memang memiliki banyak berkah, tak sedikit pun kerugian bila kita berbagi dengan sesama, dan sebenarnya benar juga apa yang dikatakan Aa Gym dalam salah satu ceramahnya, rezeki itu apa yang bisa kita makan, dan apa yang bisa kita kenakan, itulah sejatinya rezeki, bila itu telah terpenuhi maka tugas kita mendistribusikan kembali rezeki yang kita terima.

Meski dalam keterbatasan, semoga tindakan berbagi akan terus digelorakan, tak masalah saya bekerja sebagai buruh, karena memberi bukan monopoli orang orang kaya, dengan keterbatasan pemasukan, maklumlah buruh dengan gaji standar upah minimum, kalau diazzamkan atau diniatkan memberi, tho akhirnya bisa juga, jangan segan berbagi karena ALLAH akan melipatkan rezeki, jauh lebih banyak dibanding saat kita memberi orang lain, percaya deh, sueer!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar