Pages

Rabu, November 06, 2019

Kepala Daerah Di Pusaran Sepak Bola Tanah Air



           Gubernur Kalteng saat bersitegang dengan pihak kepolisian di stadion Tuah Pahoe(screenshot twitter @heniunique)



Aksi lempar botol air mineral yang dilakukan gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran ketika pertandingan sedang berjalan antara tuan rumah Kalteng Putra melawan Persib Bandung menjadi viral, sang gubernur tak puas dengan di kartu merahnya Patrick Wanggai, ia pun naik pitam dan melemparkan botol air mineral ke tengah lapangan. Dukungan kepala daerah untuk klub di Liga Indonesia bukan hal yang baru. Sebelum tahun 2012, dana APBD malah bisa di peruntukan bagi klub klub peserta Liga.

Sugianto Sabran bukan kepala daerah pertama yang terang terangan mendukung klub kebanggannya ketika menjabat sebagai kepala daerah. Kita mungkin masih ingat saat “buligir day” yang di lakukan Ridwan Kamil atau Kang Emil saat laga semi final Indonesia Super League, saat itu Kang Emil masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung, menonton di stadion Jakabaring untuk mendukung Persib Bandung melawan Arema Cronus, maka sang wali kota pun bertelanjang dada saat nonton bola, mengapa Kang Emil bertelanjang dada? Saat itu penonton yang memakai atribut Persib dilarang masuk, akhirnya pilihannya adalah pakai baju tanpa atribut Persib atau telanjang dada, Kang Emil pun memilih bertelanjang dada.

Dan jika kepala daerah menjadi ketua umum klub, hal tersebut adalah kelaziman. Namun sejak terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011, setiap klub profesiona di larang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, klub harus mencari sponsor sendiri, penggunaan dana daerah haram bagi sebuah klub sepak bola di tanah air. Namun bukan berarti dukungan kepala daerah semakin surut bagi klub klub di tanah air.

Seperti gubernur Sumatera Utara, sebelumnya Edy Rahmayadi pernah melakoni peran rangkap jabatan, jadi ketua umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia(PSSI) namun juga menjadi gubernur, sosok yang di kenal tegas ini pernah menjadi Pangkostrad. Namun publik meminta agar Edy lebih baik mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI, akhirnya pada Kongres Tahunan PSSI di Bali,Minggu(20/1/2019) Edy menyampaikan pengunduran dirinya.

Menjadi menarik ketika peran pengurus sepak bola ataupun kepala daerah yang mengurus sepak bola dan ini adalah wajah dari sepak bola di tanah air, meski dari segi prestasi, pengurus sepak bola yang juga menjadi kepala daerah tak saling berkolerasi untuk hal prestasi, titel juara nyaris tak pernah di genggam oleh tim nasional di ajang sepak bola tanah air, ketika Thailand berkali kali juara Sea Games atau pun piala tingkat regional Asia Tenggara yakni AFF Cup, tim merah putih hanya bisa”nyaris” juara alias kebagian juara dua atau runner up dan gagal angkat trophy.

Semoga saja sepak bola tanah air diurus oleh orang orang yang benar benar paham sepak bola dan juga fokus akan pembinaan pemain, mengerti secara utuh manajerial dari ekosistem sepak bola di tanah air, yang lebih penting adalah memusnahkan mafia sepak bola tanah air yang memang kerap mempengaruhi hasil akhir pertandingan melalui pengaturan skor, mungkin ada juga kepala daerah yang ngurusin bola tetapi jangan sampai terbengkalai mengurusi rakyat yang dipimpinnya.

Sepak bola akan selalu menjadi olah raga favorit di tanah air, selain itu fanatisme suporter Indonesia memang sudah di kenal ketangguhannya, kemana pun klub kesayangannya bermain, maka di situ pula dukungan akan terus mengalir, inilah uniknya sepak bola Indonesia, rakyat jelata dan juga para pemimpin daerah sama sama gila bola euy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar