Priska Madelyn Nugroho saat menjuarai Australia Open Junior(dok:cnn indonesia)
Januari lalu di ajang Australia Open nama Indonesia
disebut sebagai juara, meski baru di level junior namun torehan Priska Madelyn
Nugroho, berpasangan dengan petenis Philipina, Alexandra Eala, pasangan gado
gado ini mampu mengungguli ganda Ziva
Falkner/Matilda Mutavdzic dengan skor 6-1, 6-2. Tentu kabar menyenangkan ini
membawa angina segar pertenisan Indonesia, sebelum menjuarai Australia Open,
Priska Madelyn pernah mencapai babak perempat final tunggal putri Wimbeldon dan
Amerika Terbuka di level junior.
Priska juga menyumbang medali perunggu Sea Games 2019,
dara tujuh belas tahun ini memang patut diapresiasi mengingat akhir akhir ini
bibit pemain tenis di Indonesia seperti mati suri. Beruntung saat Asian Games
2018, ganda campuran Indonesia Aldila
Sutijadi/Christoper Rungkat mampu mempersembahkan medali emas dan melebihi
target yang dibebankan KONI, untuk Chistoper Rungkat punya catatan tersendiri
saat menjuarai Mahastra Open yang merupakan ATP Tour Asia Selatan dan Chritoper
Rungkat mampu mengangkat trophy juara setelah berpasangan dengan pemain Swedia,
Andre Goransson.
Sejujurnya
penulis pun belum pernah main satu game
pun dalam permainan tenis lapangan namun kalau nonton pertandingan dan tetap menyukai permainan raket dan bola berwarna
kuning ini sih ya
gitu deh. Penulis
dibesarkan di era 80 dan 90,masih hapal nama nama pemain tenis di era
tersebut,sebut saja Tintus Arianto Wibowo,Suharyadi,Wailan Walalangi,Abdulkahar
Mim,Bonit Wiryawan di sektor putra,di bagian puteri tentu saja nama besar Yayuk
Basuki menjadi jaminan mutu,dan tidak lupa mbak Suzana Anggarkusuma pemain
berwajah oriental yang pantang menyerah.
Diera tersebut petenis petenis yang saya sebutkan diatas adalah langganan peraih medali Sea Games dan Asian Games.Bahkan tim Davis Indonesia pernah masuk 16 besar dunia tahun 1988 dan menantang Jerman Barat yang saat itu diperkuat pemain dunia bernama Boris Becker,Carl Uwe Steeb juga Patrick Kuehnen.Walau kalah pemain kita melakukan perlawanan yang setimpal.
Dan fenomena Yayuk Basuki sangat luar biasa,prestasi Yayuk adalah 20 besar dunia dan kerap menyulitkan permainan petenis dunia seperti Martina Navratilova,Monica Seles atau Gabriela Sabatini yang peringkatnya lebih tinggi dan jangan lupa Yayuk Basuki selalu menyumbang medali emas di Asian Games direntang waktu tahun 1986-1998.Namun era itu nampaknya telah berakhir,pasca Yayuk Basuki mundur tak ada lagi petenis Indonesia muncul ke permukaan,ada harapan saat Angelina Widjaja menjadi juara Wimbeledon junior namun prestasinya tak menggembirakan saat masuk petenis profesional,hingga saat ini belum lahir lagi petenis kebanggaan nasional yang mampu menerobos dua puluh besar dunia seperti era Yayuk Basuki, namun kini ada harapan baru pada diri Priska Madelyn Nugroho.
Semoga Pelti sebagai induk organisasi tenis lapangan di Indonesia mampu menemukan bibit bibit tenis yang mumpuni,dan masa kejayaan tenis yang dulu pernah menjadi raja Asia bisa terulang kembali,jayalah terus dunia pertenisan nasional, mungkin yang diperlukan adalah memunculkan kembali turnamen turnamen tenis dan mengenalkan dunia tenis lapangan kepada anak anak sekolah, sudah terlalu lama melihat kekosongan prestasi dari atlet atlet tenis Indonesia, berharap sih di beberapa tahun kedepan bisa melihat Priska Madelyn mampu bersaing dengan petenis top luar negeri, trend tenis dunia yang semula di kuasai atlet atlet dari Amerika Serikat, kini dominasi negara Paman Sam bukan satu satunya, bekas pecahan negara Uni Soviet dan juga petenis dari negeri Balkan malah mampu mencuri perhatian.
Diera tersebut petenis petenis yang saya sebutkan diatas adalah langganan peraih medali Sea Games dan Asian Games.Bahkan tim Davis Indonesia pernah masuk 16 besar dunia tahun 1988 dan menantang Jerman Barat yang saat itu diperkuat pemain dunia bernama Boris Becker,Carl Uwe Steeb juga Patrick Kuehnen.Walau kalah pemain kita melakukan perlawanan yang setimpal.
Dan fenomena Yayuk Basuki sangat luar biasa,prestasi Yayuk adalah 20 besar dunia dan kerap menyulitkan permainan petenis dunia seperti Martina Navratilova,Monica Seles atau Gabriela Sabatini yang peringkatnya lebih tinggi dan jangan lupa Yayuk Basuki selalu menyumbang medali emas di Asian Games direntang waktu tahun 1986-1998.Namun era itu nampaknya telah berakhir,pasca Yayuk Basuki mundur tak ada lagi petenis Indonesia muncul ke permukaan,ada harapan saat Angelina Widjaja menjadi juara Wimbeledon junior namun prestasinya tak menggembirakan saat masuk petenis profesional,hingga saat ini belum lahir lagi petenis kebanggaan nasional yang mampu menerobos dua puluh besar dunia seperti era Yayuk Basuki, namun kini ada harapan baru pada diri Priska Madelyn Nugroho.
Semoga Pelti sebagai induk organisasi tenis lapangan di Indonesia mampu menemukan bibit bibit tenis yang mumpuni,dan masa kejayaan tenis yang dulu pernah menjadi raja Asia bisa terulang kembali,jayalah terus dunia pertenisan nasional, mungkin yang diperlukan adalah memunculkan kembali turnamen turnamen tenis dan mengenalkan dunia tenis lapangan kepada anak anak sekolah, sudah terlalu lama melihat kekosongan prestasi dari atlet atlet tenis Indonesia, berharap sih di beberapa tahun kedepan bisa melihat Priska Madelyn mampu bersaing dengan petenis top luar negeri, trend tenis dunia yang semula di kuasai atlet atlet dari Amerika Serikat, kini dominasi negara Paman Sam bukan satu satunya, bekas pecahan negara Uni Soviet dan juga petenis dari negeri Balkan malah mampu mencuri perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar