Pages

Jumat, Februari 21, 2020

Girangnya Saat Cerpen Termuat Di Majalah Anndia


                            Sampul majala Annida dengan cover cerpen"Misteri Tabo" karya pertama nembus media nasional(dokpri)



Untuk menjadi penulis itu tidak mudah Ferguso, nggak sekedar duduk dan ketak ketik di depan laptop atau komputer, malah di zaman dahulu mah mesin tik adalah property mewah yang nggak sembarangan orang punya, ya apes apesnya sih sekretaris desa deh yang punya inventaris mesin tik, dengan gandaran atau rol tempat kertas yang segede gaban, lha ini punya mesin tik juga susahnya minta ampun, kok pengen pengennya jadi penulis gitu lho, apalagi bocah yang berasal dari kampung

Mimpi untuk menembus media ternyata harus menghadapi kenyataan,bahwa untuk jadi penulis tidaklah mudah,butuh kesabaran,daya tahan tinggi,tidak mudah putus asa,tahan lapar(lho kok?)sebab energi menulis membutuhkan asupan juga ternyata,namun disaat susah, makanan seolah menjauh hehe,maka berbekal mesin tik manual merk Simko super saloon 999 pemberian kakak,mimpi menjadi penulis membuhul,dipertengahan tahun 90an,majalah fiksi ternama saat itu adalah Anita Cemerlang,maka berondongan karya saya menuju kesana,tidak melalui pos namun langsung ke redaksinya yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi nomor 19, Jakarta Selatan dan sekalian jalan jalan di kawasan Blok M yang dahulu mah ngehits banget buat nongkrong.

Saya yang dari kampung,menjejakan kaki di Jakarta sangatlah luar biasa walau sebenarnya saya tidak tinggal di Jakarta namun di Bekasi. Berada dikerumunan kota Jakarta bagi anak kampung ternyata cukup mengejutkan, mimpi itu memang harus diperjuangkan lho saudara saudara. Nggak kejam sih ibukota tapi ketika penolakan bertubi tubi, tentu saja hati siapa pun akan nelangsa menghadapi kenyataan yang terasa pahit.

Hampir tiap bulan saya datang ke kantor majalah Anita Cemerlang,tak berputus asa,namun pintu redaksi majalah Anita terlalu berat untuk dibuka,puluhan cerpen saya  ditolak namun ada hikmahnya juga bisa bertemu dengan salah satu redaksi majalah itu,Mas Ganda Pekasih,walau cuma beberapa menit memberikan saran namun bagi saya itu adalah kuliah sastra,dan ini membuat saya tetap bersemangat.Namun fakta berbicara lain,majalah Anita Cemerlang tidak pernah menerbitkan karya saya sebiji pun hingga majalah tersebut tak terdengar lagi kabarnya hingga kini, beruntung ada beberapa cerpen yang dibalikin oleh redaksi, namun sebagian tak tentu rimbanya, jangan jangan dipakai bungkus gorengan tuh wkwkwk.

Diawal 2000 saya bertemu mas Dzakiron,dikontrakan sempit kampung Gardusawah,dia pun ternyata penulis berasal  dari pekalongan,ia pun punya mesin tik juga,seolah ada api yang memantik,saya pun mulai menulis lagi,karya mas Dzakiron terpublish di Annida,dia pun bangga,saya pun senang.Semangat menulis semakin bergelora,namun teman debat,teman diskusi bernama Dzakiron asal Paninggaran Pekalongan harus pulang kampung,sesekali kami saling berkirim surat,di Pekalongan pun beliau eksis menulis di media lokal.Saya semakin terlecut untuk menulis dan pada tulisan pertama,karya saya di muat di Annida, saat itu majalah Annida adalah basis penulis dengan genre islami, pernah denger Ketika Mas Gagah Pergi karya Helvi Tiana Rosa yang seakan menjadi legend di dunia fiksi islami, nah itu cerpen pernah di muat juga di majalah Annida, penulis penulis Forum Lingkar Pena adalah penulis yang kerap karyanya di majalah Annida.

Bagi seorang buruh, pencapaian menembus redaksi Annida serasa dapetin nominasi piala Oscar hehe, senengnya sampai ke ubun ubun,setelah gagal berkali kali,diberbagai media akhirnya ada media yang menampung ide saya lewat tulisan fiksi,soal honor menjadi nilai kesekian walau itu perlu juga,dan bangga rasanya saat majalah benar benar ditangan,akhirnya tuntas mimpi panjang untuk bisa nampilin karya di media,bagaimanapun akhirnya saya bisa berkarya dan diakui oleh redaksi bahwa karya yang saya kirimkan layak muat,terima kasih Annida,penantian itu telah terjawab,DIMUAT!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar