Pages

Senin, Juni 29, 2015

Gotong Royong, Rasa Jiwa Sepenuh Hati Yang Kini Kian Terkikis



            
            Dulu dua dekade lalu untuk membuat rumah tidaklah begitu sulit, dengan kekompakan bersama, rumah impian pun akan terwujud, tetangga maupun kerabat akan bergotong royong menyiapkan segala keperluan, ada yang menyumbang kayu, bambu, batu bata, pasir, kapur dan beragam bahan bangunan lainnya, dan itu belum cukup, mereka pun akan membantu mengerjakannya, dan berdirilah rumah impian.

Dan itu juga berlaku untuk hajatan, baik itu khitanan atau pun pesta pernikahan, tanpa di minta dua kali, warga pun suka rela dan bergotong royong menyiapkan keperluan pesta, ada yang membawa beras, ada yang membawa daging, ada juga yang menyumbang kentang, selain itu dengan suka rela kaum ibu dan perempuan bersiap dengan yang namanya ngobeng, dulu di tempat saya tinggal di sebuah desa kecil bernama Rajawetan, tradisi ngobeng adalah kisah indah saling membantu demi lancarnya sebuah hajatan.

Maka ibu ibu dan kaum perempuan akan membantu memasak bagi si empunya hajatan, peralatan dapur yang bisa digunakan maka ikut dibawa, ada yang membawa parutan, ada yang membawa kuali, ada juga yang sekedar membawa pisau untuk mengiris bawang atau cabe, dan di dapur pun sangat sibuk dengan macam aktifitas memasak, semua dilakukan  dengan senang hati dan tentu saja tidak dibayar alias gratis.

Itulah gambaran kebersamaan yang terpotret dibenak saya, semua saling membantu dan semua peduli, belum lagi apa yang disebut oleh kami yang bernama Jiwa, jiwa adalah kegiatan gotong royong membangun fasilitas umum, bisa berupa merenovasi masjid, membangun saluran irigasi ataupun gotong royong merapikan jalan untuk menuju pemakaman, cukup pukul kentongan atau warga desa menyebutnya kokol dengan irama tertentu maka para pria dewasa akan berkumpul dan tugas bersama segera dilakukan.

Mencari Jiwa Gotong Royong
Namun kini peristiwa itu sepertinya sulit ditemukan lagi, entah kenapa,ada semacam pergeseran tentang gotong royong, di zaman yang kini dikenal zamannya individual, gotong royong seakan menjadi asing, tak ada lagi saling bahu membahu untuk bersama sama selesaikan kepentingan bersama, sekarang cenderung di ukur dengan materi, sebesar apa rupiah yang akan di dapat maka di situlah pekerjaan akan dituntas.

Padahal gotong royong adalah jiwa bangsa ini, mengapa harus dilupakan? Mengapa kita seolah telah lupa dengan apa yang di ajarkan oleh leluhur bangsa ini, belajar tentang kebersamaan yang kini rasanya telah lama menghilang, ada sebuah benang merah yang terputus, kini dengan gerak laju teknologi dan juga tentunya perubahan budaya yang terlihat begitu cepat, kita seperti kehilangan sebuah ciri yang dulunya sangat melekat, ya gotong royong seakan telah terlupakan.

Mahakarya Indonesia bernama  gotong royong adalah warisan jiwa yang dititipkan oleh para leluhur bangsa, mereka telah banyak mengajarkan kebaikan bergotong royong sebagai falsafah keseharian, saling bahu membahu baik dalam suka maupun duka, saling berbagi dan saling tolong menolong, tak ada jejak dendam dalam perilaku kehidupan, inilah sebenarnya yang semestinya kita lestarikan bersama.

Ruh gotong royong dalam kontek kekinian semakin menguap, entah apakah satu ketika konsep gotong royong dimasukan kedalam kurikulum pendidikan kah? Sehingga nantinya anak anak zaman sekarang bisa mengerti betapa luhurnya sebuah pemikiran dan tindakan para pendahulu bangsa tentang pentingnya berperilaku dan berjiwa gotong royong.

Harapan Tentang Masa Depan Gotong Royong
Inilah kesempatan yang dimiliki oleh bangsa ini untuk menerapkan aplikasi gotong royong dalam kehidupan, biasanya bila diajarkan semenjak dini maka lebih baik penerapannya, namun yang paling diingat sebenarnya adalah contoh nyata atau contoh konkret, dengan melihat contoh maka akan lebih mudah di tiru, rasanya kok berat bila saat ini, generasi yang lebih muda melihat contoh baik dari kalangan tuanya.

Tapi bukan berarti kita semua putus asa, harapan akan terus kita apungkan, gotong royong adalah contoh bijak bangsa ini untuk saling berbagi dan mengasihi, masih ada waktu untuk membenahi karakter bangsa ini, dan bisa jadi adalah gotong royong adalah role mode untuk bangsa ini agar lebih kuat menatap tantangan masa depan.

Apalagi Masyarakat ASEAN telah didepan mata, bila tidak saling bahu membahu niscaya bangsa ini akan menjadi lemah, di sinilah diperlukan sebuah rasa gotong royong, saling menjaga, saling memikul beban, karena kalau kita saling peduli maka sejatinya itulah budaya bangsa, jangan sampai bangsa bangsa asing bermain penuh di pentas nusantara sedangkan bangsa sendiri hanya cuma menonton saja.

Semakin dini di pupuk rasa kegotong royongan akan semakin baik, bila memang dalam beberapa jenak kita melupakan falsafah kegotong royongan, kini saatnya kita bersama mengaplikasikan rasa kegotong royongan itu, di mulai dari hal yang kecil dulu, peduli dengan lingkungan sekitar, bersama sama untuk membersihkan lingkungan secara bersama sama, dan bila dikerjakan bersama biasanya tugas semakin ringan, bila kebersamaan semakin di suburkan maka keniscayaan itu akan datang, benih benih jiwa bangsa bernama gotong royong akan semakin kuat mengakar kembali.

Indonesia sebagai sebuah bangsa yang majemuk, dan sebuah bangsa yang memiliki karakter yang begitu otentik, sayang sekali bila harus meninggalkan sebuah Mahakarya Indonesia yang merupakan warisan budaya dan semestinya kita lestarikan, para pendahulu kita dengan genial telah berupaya membangun sebuah perilaku yang ciamik bernama gotong royong, sebuah tingkah polah nan positif, sayang sekali bila kita melupakannya begitu saja.

Jangan sampai nantinya karena kita mengabaikan semangat gotong royong, malah spirit itu diambil oleh negara lain dan ramailah kita semua, ada permata yang hilang, jangan sampai itu terjadi pada bangsa ini, sebuah semangat kebersamaan bernama gotong royong adalah soko guru, sebuah pilar utama bagi bangsa Indonesia, bila kita telah melupakannya, maka semakin dekatlah kepunahan dari pemikiran dan tindakan mutiara bernama gotong royong.

Jiwa Sejati, Gotong Royong Inti Kebersamaan
Tak dapat dipungkiri, kemajuan zaman terkadang kita melupakan hal hal yang teramat penting, roda zaman seolah menggilas sendi sendi kehidupan, seakan tercerabut dari akar budaya lokal yang biasanya telah kita ketahui sejak lama, masih ada waktu untuk membenahi segala kekurangan perilaku, bukan saatnya lagi kita menyalahkan keadaan, namun semestinya kita mulai memperbaiki cara kita memandang tentang keluhuran budaya bangsa sendiri, hamparan luas nusantara yang terbentang mulai dari Aceh hingga Papua adalah ladang harapan untuk meneruskan perilaku positif bangsa bernama gotong royong.

Sebelum benar benar nantinya ajaran adiluhung bangsa ini benar benar tiada, ayo kita mulai dari sekarang, menata hidup kita menuju kebaikan yang diwariskan, hilangkan keegoan kita sebagai manusia, sebagai makhluk sosial tentunya kita punya empati, dan semoga khazanah nusantara tidak benar benar lenyap di muka bumi pertiwi.
Bukankah gotong royong telah memberikan andil yang begitu besar untuk merebut kemerdekaan dan juga mempertahankan kemerdekaan dengan berdarah darah, dengan semangat gotong royong antara semua elemen masyarakat akhirnya kemerdekaan bisa diraih, dan alam merdeka menjadi sebuah keniscayaan, jikalau tak ada gotong royong, bahu membahu sesama anak bangsa, kata merdeka seperti teramat sulit ditancapkan di seluruh pantai Indonesia, dan bahkan dalam kontek pemerintahan di era modern, frasa kata gotong royong diambil untuk menyebutkan nama kabinet.

Di zaman presiden Susilo Bambang Yudhoyono, semangat gotong royong terpatri dalam susunan kabinet yang dinamakan Kabinet Gotong Royong I & 2, ini sebuah pertanda bahwa seorang kepala negara sekaliber SBY mau menyematkan gotong royong dalam sebutan kabinetnya adalah satu penghargaan tinggi untuk sebuah falsafah bangsa.
Maju terus Indonesia kamu, Indonesia saya, Indonesia kita semua, semoga falsafah bangsa ini akan terus bermuara menjadi kebaikan individu di sanubari semua warga Indonesia, dan pada akhirnya akan memberikan kebaikan bagi seluruh komponen bangsa, meski berbeda beda kultur, berbeda suku, ras, agama, namun kita disatukan oleh sebuah jiwa bernama GOTONG ROYONG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar