Pages

Sabtu, Februari 20, 2016

Generasi Menantang Gerhana Matahari Total










 Gerhana matahari adalah sebuah fenomena alam biasa, namun ternyata dalam kenyataannya peristiwa ini menjadi sebuah hal yang sangat menarik bagi pecinta astronomi, dan Indonesia beruntung bisa beberapa kali menyaksikan peristiwa alam ini, dalam rentang waktu 115 tahun sudah 9 kali nusantara di lintasi fenomena gerhana matahari total. Dan nanti diprediksi gerhana matahari total akan menuju daerah daerah di nusantara, tak semua wilayah Indonesia terlintasi jalur gerhana matahari total.

Beberapa wilayah tanah air seperti Koba, Manggar, Lubuk Linggau, Balik Papan, Sampit, Palu, Poso, Ternate, Tidore, Jailolo, Palembang,Kao, Maba  menjadi daerah yang akan "tuan rumah" dari fenomena alam bernama gerhana matahari, bahkan blogdetik menyelenggarakan blog competition dengan hadiah yang begitu menggiurkan, gratis ke Belitung dan 'menangkap' moment gerhana matahari, seru khan, dan kita beruntung bahwa gerhana matahari telah menjadi bagian dari komoditas wisata, tapi tahu kah teman teman blogger yang mungkin lahir setelah era reformasi, sensasi gerhana matahari bisa di nikmati saat ini, jauh sebelum itu ternyata gerhana matahari malah di anggap sebuah tabu untuk di simak, kok bisa ya?

Saat Astronomi Di Kebiri Oleh Kekuatan Rezim

Gerhana matahari adalah fenomena alam, pasti akan terjadi berulang, seperti siang dan malam, secara umum gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak diantara bumi dan matahari, otomatis cahaya mentari yang biasanya bersinar jadi terhalang, meski bulan lebih kecil namun bayangan bulan bisa menutupi cahaya matahari, jarak rata rata bulan ke bumi adalah 384.000 kilometer sedangkan jarak bumi ke matahari di perkirakan berjarak 149.680.000 kilo meter. Fenomena alam bernama gerhana matahari adalah keniscayaan dan bagi umat Islam ada sebuah sholat sunah yang di kerjakan ketika terjadi gerhana baik itu gerhana matahari maupun bulan, sholat Khusuf adalah hal yang lumrah bila terjadi gerhana.

Keajaiban gerhana matahari pernah menggegerkan nusantara, puluhan tahun lalu, saat saya masih kecil, mungkin masih duduk di bangku Sekolah Dasar, fenomena gerhana matahari seakan sebuah peristiwa besar yang tak boleh di lihat secara beramai ramai, di sarankan oleh rezim orde baru, setiap warga negara Indonesia tak boleh melihat gerhana matahari, yang boleh liat mungkin hanya crew TVRI, kalau tidak salah menyiarkan live, meski dengan segala ketakutan yang di alami, akhirnya memang jalanan sepi, mencekam dan teramat dramatis.

Soeharto yang saat itu menjabat sebagi presiden RI, dengan segala kewibawaannya yang di dengar oleh rakyat Indonesia tak berani membantah, nyaris di tanggal saat gerhana itu tiba, situasinya sangat sepi, bahkan rumah rumah di kampung saya, semua kompakan menutup pintu, jendela pun di lapisi kain dengan ketebalan berlapis, jangan sampai cahaya matahari masuk. Sebelum gerhana terjadi, saat itu alat komunikasi hanyalah kokol alias kentongan yang berada di balai desa, jika ada aba aba dari suara kokol, maka warga desa harus berada di rumah, jangan sampai ada yang menatap sensasi gerhana. Karena saat itu belum ngerti apa apa maka nurut saja lah. Ternyata setelah  ke kinian saya jadi berpikir hebat juga Pak Harto, ilmu astronomi pun di tekuk dengan mudah oleh kekuatan rezim, luar biasa.

"Awas Sia Engke Lolong"

11 Juni 1983, hari Sabtu dan sekolah pun di liburkan, sehari sebelum terjadinya gerhana, pelaksanaan Jum'atan pun di isi dengan pemberitahuan bahwa besok hari akan terjadi gerhana matahari total, di sarankan bahwa warga desa Rajawetan, tempat di mana saya menghabiskan masa kecil, harus berada di rumah ketika terjadinya gerhana, tak boleh ada anak yang bermain, sekolah di liburkan, tak ada aktifitas, Mang Suryaman, Mang Apandi, Mang Misran yang biasa mengolah sawah harus libur dulu nyangkulnya, Bu Ratna, Bu Titi, Pak Nana dan pak mantri Iim Ibrahim Rukimat yang biasanya mengajar di SDN Rajawetan harus meliburkan sekolah karena ada gerhana, kami sih asyik asyik aja nggak masuk sekolah hehehe.

Namun ancaman yang paling menakutkan adalah bahwa gerhana matahari total yang kami alami adalah ancaman kebutaan, Emak saya mewanti wanti agar saya tidak keluyuran, sata kata sakti yang mebuat saya mengerem keinginan main adalah saat Emak berkata" Awas Sia Engke Lolong!"
Kalau di artikan, Awas lho nanti kamu buta! Yup memang benar adanya, informasi yang kami terima dari para orang dewasa adalah ancaman kebutaan bila melihat langsung gerhana matahari, tak ada celah untuk melihat hal menarik bernama gerhana, maka kami pun merasa takut, siapa sih yang pengen buta selama hidupnya?

Yang saya ingat adalah pas hari gerhana terjadi, Emak dengan di bantu dua kakak perempuan saya menutup semua jendela, biasanya jendela sudah di tutup gorden, karena merasa kurang, akhirnya mereka melapisi gorden dengan aneka sarung, kain dan juga benda benda yang bisa mencegah cahaya matahari masuk, semua berkumpul di ruang keluarga, bahkan karena lokasi toilet agak jauh dari ruang keluarga dan untuk menuju ke toilet melewati banyak jendela, dengan cerdas Emak menyediakan ember plastik bekas tempat cat di sediakan untuk mengantisipasi ingin pipis, haha ada ada saja.

Kenangan tentang gerhana matahari di tahun 1983 sangat membekas, bukan saja kenaifan rezim penguasa  yang mengkondisikan seolah olah fenomena gerhana matahari begitu menakutkan, bila perlu ngumpet ngumpet dah di kolong meja, dan rakyatnya pun ternyata manut manut saja, hmm Pak Harto memang pancen oyee untuk hal hal propaganda, dua jempol untuk smiling general.

Gerhana Matahari di Generasi Alay Pasca Reformasi

Yang  di ingat tentang gerhana Matahari 1983, kalau tidak salah dengar nih, fenomena gerhana matahari total akan terjadi lagi 350 tahun, wah lama sekali ya, tapi nyatanya pada tahun 1988, fenomena gerhana ada juga meski tidak mengalami langsung tapi suasananya berbeda, tak seheboh saat gerhana tahun 1983, kami bersekolah dan coba coba mengintip gerhana matahari dengan negatif film yang di bubuhi jelaga, saat itu matahari nya terlihat meredup, dan istimewanya kami pun tidak buta ternyata hehehe. Sekarang gerhana matahari menyapa kembali, jadi mitos bahwa gerhana matahari datang setiap 350 tahun siapa yang bilang ya? Atau saya salah denger, by the way lah bro!

Saat ini di tahun monyet api  2567 dalam penanggalan kalender Tiongkok, atau 2006 dalam penanggalan masehi atau 1437 hijriyah dalam penanggalan Islam. Tanggal 09 Maret bulan depan, gerhana matahari menyapa, tak ada seremoni mengingatkan bahwa akan ada gerhana matahari yang akan membutakan mata, tak ada suara kokol atau kentongan yang di tabuh "tihtir" yang menandakan adanya bahaya, zaman telah berubah dan ini merupakan sebuah kemajuan di informasi, saat dulu Menteri Penerangan yang saat itu di jabat Bapak Harmoko, berkali kali mengingatkan atas petunjuk Bapak bahwa gerhana matahari berakibat buruk bagi kesehatan mata, dan menyarankan masyarakat Indonesia menghindari gerhana dengan cuma melihat tayangan TVRI.

Namun kini malah gerhana matahari di buru dengan rekaman ponsel, kamera digital atau piranti lainnya dengan penuh antusias, tak  ada ketakutan, tak ada suasana mencekam, semua siap untuk fenomena alam di tanggal 09 Maret 2016, generasi alay yang belum lahir saat gerhana pada tahun 1983, akan siap meramaikan twitter dengan cuitan gerhana matahari.

Sebagai blogger yang juga berada di tengah tengah generasi alay, saya pun bersiap untuk menuju Belitung jika di ajak oleh blogdetik hehe, namun apapun itu kita sekarang beruntung, rezim tak mengatur ngatur hak warga negara untuk menyapa gerhana matahari, masa di mana rezim telah represif menikmati fenomena alam telah berakhir, saatnya menyapa gerhana matahari dengan gembira dan riang ria dengan menikmatinya tanpa ada rasa ketakutan.

Takdir "Menantang" Gerhana Matahari Dengan Gawai Terkini  

  Bahkan Kementerian Pariwisata Indonesia sedang gencar gencarnya menjaring wisatawan dengan paket gerhana matahari, tempat tempat di mana gerhana akan terjadi mempersolek diri, mematut keyakinan untuk di kunjungi wisatawan domestik dan manca negara. Begitu pun dengan masyarakat awam yang mempunyai gawai terkini siap merekam moment istimewa.

Jika di tahun 80-90an bahwa hak peliputan milik jurnalis, kini situasinya pun jauh berbeda, di era netizen jurnalisme telah menjadi hal yang lumrah, siapa pun berhak mewartakan apa yang mereka lihat, mulai hape berkamera dengan resolusi rendah, hingga ponsel dengan benaman kamera sekian piksel, atau bahkan kamera canggih hingga mungkin drone akan di gunakan untuk meliput gerhana matahari.

Euforia telah terjadi, demam gerhana matahari kini di tantang sebagai peristiwa yang tidak berbahaya, jauh dari ketakutan yang menjadi jadi, maka beruntunglah wahai generasi kekinian yang menikmati gerhana matahari sambil tersenyum renyah di balik lensa kamera dengan camilan di tangan. Saatnya menantang gerhana matahari dengan bidikan yang nantinya akan di share di media sosial mulai dari Facebook, Twitter,Instagram,Path dan linimasa lainnya.

Semoga semua bergembira dengan peristiwa alam ini, menikmati sensasinya, saatnya mengejar matahari plus gerhana yang di timbulkannya, selamat membidik, selamat mengeksplor keindahan alam yang telah di atur secara sempurna oleh Illahi, dan semoga Belitung akan terjamah dengan 19 blogger lainnya, kalau pun tidak ya namanya juga usaha.
                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar