Pages

Selasa, Maret 20, 2018

Monyet Bermoge Yang Kelelahan



                                                 Monyet dengan tunggangan ala moge(Video Youtube Hendy Utoy)


       “Tingnong..tingnong...Tangtung...tangtung...Derrr.deeerrr....”

  Suara bertalu talu gamelan mengiringi atraksi topeng monyet yang berjumpalitan seraya membawa gerobak, berganti kemudian monyet kecil membawa keranjang dan di sebut sebagai atraksi yang legenda bingit yakni Sarimin pergi ke pasar. Bocah bocah kecil merubung di sertai tawa dan juga jeritan ketakutan taktala si monyet hampir saja menyentuh mereka. Yup topeng monyet menjadi sebuah tontonan yang biasa dalam masyarakat kita pada umumnya, monyet di ajarkan untuk mengikuti instruksi pawang dan melakukan gerakan gerakan mirip manusia seperti pergi ke pasar, membawa peralatan pertanian seperti cangkul cangkulan dan bahkan kini topeng monyet pun bisa menaiki moge lho.


Tapi di balik kelucuan atraksi topeng monyet ada hal yang sangat membuat kita trenyuh, monyet tak serta merta bisa melakukan semua atraksi, perlu latihan agar monyet itu bisa berjumpalitan, meniru gerakan ke pasar atau perintah perintah lainnya. Pernah melihat sebuah tayangan tivi di mana di saikan gambar saat monyet itu berlatih, beberapa pukulan akan di hadiahkan si pelatih bila si monyet gagal melaksanakan perintah pelatih, maka kengerian pun terlihat jelas, dengan latihan spartan dan juga kekangan rantai besi, terlihat monyet tersebut sangat menderita.

Konon setelah monyet itu terampil harganya pun akan melambung, nilai jual si monyet akan menjadi tinggi dan mulailah si monyet pun mengamen dan juragannya pun akan menanggung pundi pundi rupiah. Dari semua itu ternyata motif ekonomi yang berhubungan dengan uang menjadi tujuan walau efek penderitaan si monyet acapkali terabaikan. Dalam skala kecil penderitaan monyet akan terus berulang lagi dan lagi.

Entah kalau binatang binatang lain di pertunjukan sirkus misalnya yang melibatkan banyak sekali hewan hewan dari yang kecil hingga hewan hewan besar seperti kuda ataupun singa atau simpanse yang biasanya menjadi bintang pertunjukan di dalam sebuah atraksi sirkus.

Hewan hewan yang semestinya berada di alam liar dan menikmati hutan dengan segala isinya, di tangkap dan berujung ekploitasi dari para hewan agar pundi pundi uang bertambah, sungguh miris sih tapi itulah realita yang ada di masyarakat.
Pernah melihat si monyet yang terlihat kepayahan karena harus mengikuti majikannya, dengan menaiki motor motoran yang mirip motor gede atau moge, jalanan harus di lalui sambil “naik motor” yang di tarik si majikan topeng monyet, tak benar benar naik motor sih karena satu kaki si monyet harus mendayung agar motor tidak jatuh, dapat di bayangkan betapa pegalnya kaki si monyet yang harus menyeimbangkan badannya agar tak terjatuh dari motor, belum lagi kekangan rantai yang membatasi gerak dari si monyet.

Kalaupun ada jeda untuk istirahat, paling pol si monyet di hadiahi beberapa butir kacang untuk mengganjal lapar, sedangkan duit yang terkumpul di ambil oleh sang juragan. Di balik drama topeng monyet yang kita saksikan sehari hari, ada penderitaan dari makhluk Tuhan, dan ternyata kreator dari penderitaan itu adalah manusia yang sering di anggap sebagai makhluk yang paling sempurna di muka bumi.

“Tingnong...tingnong...Tangtung....tangtunnng....Deerrr...deeeerr!”
Suara gamelan ala topeng monyet mengalun, maka akhirnya meski kelelahan monyet pun tetap melakukan atraksi dan akan begitu seterusnya sepanjang hayat si monyet, dengan makanan seadanya dan tentu letih mendera, monyet malang itu berkeliling untuk menghibur manusia, adakah hati nurani manusia terbersit rasa iba? Gue sih sedih aja melihat ekploitasi hewan yang terus berlangsung, dengan tulisan ini yuk mulai peduli untuk tidak menonton atraksi yang melibatkan hewan, kamu setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar