Mursinah memandang haru
lelaki yang tertidur dengan posisi tertelungkup dan di sampingnya layar laptop
yang masih menyala, seperti biasa kamar kerja terlihat berantakan dengan
hamparan buku sana sini. Perlahan Mursinah memberikan selimut seraya
membetulkan posisi bantal guling agar bisa di dekap pria yang nampak kelelahan
itu. Ada setangkup perasaan bangga melihat betapa pria yang di cintainya itu
telah benar benar menunaikan ucapannya dua dasawarsa lalu.
“Aku akan membahagiakan
kamu Mung! Dan itu sebuah janji yang akan aku penuhi hingga kapan pun.”
Begitulah
ucapan yang selalu di ingat Mursinah dan akhirnya ia pun mau di nikahi oleh
pria asal Kuningan itu, meski memang janji membahagiakan telah terlunasi dan ia
rasakan betul betapa pria gagah itu adalah tambatan hati yang telah memikatnya,
bukan melulu dengan cara ngegombal namun benar benar di buktikan dengan kerja
keras. Ingat betul Mursinah akan perjuangan lelakinya untuk meyakinkan Baba
bahwa ia tak akan menyiakan puteri kesayangan, dan dengan pendekatan ke Emak
dan saudara saudara meski saat itu pria tangguh yang ia kenal belum memiliki
pekerjaan tetap.
Akhirnya
restu pun di dapat, dan pernikahan sakral dengan balutan kesederhanaan dapat
terwujud. Untuk urusan meyakinkan orang, Rudi memang jagonya entahlah karena
mungkin ia berjiwa seni dan selalu saja ada alasan mengapa orang percaya dengan
tutur katanya.
“Lho Diajeng kok sudah di
sini sih?”
Reflek Mursinah menoleh
ke arah suaminya yang telah bangun, selalu suka dengan panggilan diajeng yang
di lontarkan suami tercinta, apalagi di tambah dengan sebutan “Mung” yang
merupakan panggilan kesayangan.
“ Dih bisanya ngagetin
mulu deh, tuh liat udah beres dong kamar kerjanya, dasar jorok ah, kalau nulis
pasti ruangan berantakan,” ungkap Mursinah pura pura sewot.
Lelaki
di hadapannya tertawa kecil.” Entah mengapa aku selalu suka suasana berantakan
jika dalam masa deadline, mungkin power of kepepet ya.”
Mursinah
terkikik mendengar pengakuan suaminya yang kerap di ulang sat ia membereskan
ruangan kerja.
“Dasarnya aja jorok
dari sononya!”
Mereka
pun tertawa bersama, Mursinah hapal sekali dengan tabiat suaminya, dan
memaklumi walau dulu sering misuh misuh karena ulah suaminya. Dari dulu ia
paling nggak betah dengan suasana rumah yang berantakan, berbanding sebaliknya
dengan Rudi yang selalu suka ruangan awut awutan dengan serakan buku, alat
tulis hingga sisa makanan. Mungkin inilah yang di bilang dengan saling
melengkapi, yang satu resik dan yang satunya berantakan. Tapi dari karakter
yang berbeda rumah tangga mereka awet di pernikannya memasuki tahun ke delapan
belas dengan dua jagoan dan satu princess yang imut.
“Makasih ya diajeng
Mung, kamu memang ngertiin banget deh, untunglah hari ini DL udah kelar,
tinggal nunggu invoice cair.”
“Alhamdulilah, eh tapi
jangan lupa 2,5 persen tuh,” balas Mursinah mengingatkan.
Rudi
mengacungkan ibu jari kanannya, beberapa jenak kemudian ia pun berlalu dari
suami tercintanya, meski baru dini hari namun persiapan jelang pagi memang
harus di lakukan agar semua urusan di rumah menjadi beres.
Mentari
pun menyapa mayapada, sarapan sudah oke dan tiga buah hatinya telah berangkat
ke sekolah, pria gagah pun tadi berpamitan karena ada pertemuan dengan
komunitas blogger dengan salah seorang menteri di hotel berbintang ibu kota.
Mungkin ini jalan hidup dan bersama dengan penulis, di mulai dari sebuah mesin
tik hingga kini bersenjata gawai dan juga laptop, meski penghasilan tidak tetap
setiap bulannya seperti para pegawai kantoran, namun berkat menulislah ia dan
Rudi mampu mengayuh biduk rumah tangga.
Meski
acap kali ada saja tetangga yang merasa heran dengan status suaminya sebgai
penulis lepas dan kini berkecimpung juga di dunia perbloggan, tapi sejauh
mencari rezeki halal meski merangkai kata kata, alhamdulilah dapur mah tetap
ngebul. Meski di awal awal cukup pontang panting namun semua itu bisa teratasi,
semua itu dari hobi menulis. Apalagi zaman now di mana posisi blogger pun
semakin di perhitungkan, kata suami mah sekarang ia telah menjadi cowok
endorse.
Media
sosial mampu membawa banyak perubahan, lewat instagram, facebook ataupun
twitter, job job menulis bisa di dapat. Meski pengen banget Mursinah mengikuti
gaya suaminya tetap saja tidak bisa, ia merasa buntu bila berhadapan dengan
laptop, acap kali Rudi mengajarkan cara menyusun kalimat agar menjadi sebuah
cerita yang enak di baca, tetep saja ia tak mampu.
Namun
bukan ia benci dunia tulis menulis, bahkan Mursinah sangat bangga dengan
profesi lelakinya sebagai blogger, maka berdatangan pula rezeki yang ia nikmati
gara gara menulis. Liburan ke Belitung dan melihat langsung lokasi syuting film
fenomenal Laskar Pelangi karena Rudi juara ngeblog. Dapetin paket menginap di
hotel yang berlokasi sepelemparan batu dari pantai Senggigi karena dapat
voucher menginap plus tiket pesawat karena ayahnya anak anak dapet juara dua
lomba menulis pariwisata.
Pernah
Mursinah mendambakan sebuah busana muslimah yang harganya lumayan mehong, alih
alih mengeluarkan duit, ternyata suaminya membawa goodie bag yang ternyata di
dapat setelah ada acara yang di selenggarakan produsen busana muslimah bareng
para blogger. Nikmat manakah yang kamu dustakan?
Suara
handphone berdering membuyarkan lamunan Mursinah tentang pencapaian suaminya
saat ngeblog. Sebuah nomor yang sangat ia hapal, nomornya Rudi.
“Assalamualaikum
Diajeng.”
“Waalaikum
salam Aa Rudi ada apa?”
“Pengen
ngasih tahu aja, siapin koper dan kita liburan sepekan nih, ternyata pak
Menteri ngajakin para blogger untuk bersiap ke Raja Ampat dan aku salah satu
blogger yang terpilih,” ucap Rudi dengan intonasi kegembiraan yang tak bisa
disembunyikan.
“Subhanallah,
Raja Ampat Aa? Papua! Amazing pisan, siap lah kalau begitu mah,” ungkap
Mursinah dengan mata berbinar.
Setelah
beberapa saat berkomunikasi, akhirnya Mursinah mengakhiri obrolan dengan lelaki
yang di cintainya, sungguh beruntung mempunyai suami seorang blogger. Si
Pemahat Aksara yang ia banggakan, liburan di depan mata, Raja Ampat yang
tadinya cuma angan angan belaka, dengan menulis itu semua ia bisa dapatkan
secara Cuma Cuma. Ingin rasanya ia segera bertemu dengan Rudi, dan mengucapkan
selaksa terima kasih, ternyata apa yang di ucapkan Rudi puluhan tahun silam
telah ia rasakan, membahagiakannya gegara hobi menulis.
Nanti
sore akan di siapkan jika Rudi pulang ke rumah, pecak gabus kesukaannya dan
juga ehmm semur jengkol tentunya.
Sepertinya ini pengalaman pribadi yang kang..hheee
BalasHapus